Ide dan aplikasi energi terbarukan dari sinar matahari saat ini sudah semakin memasyarakat. Banyak penduduk di negara-negara di dunia yang berkampanye dan terlibat langsung dalam mengaplikasikannya di rumah masing-masing. Dahulu, dibutuhkan banyak solar cell atau panel surya, dan lahan yang luas untuk memproduksi listrik dari tenaga surya. Sekarang, banyak yang mengaplikasikannya berdasarkan kemampuannya. Ada yang sedikit ada pula yang banyak.
Rinaldy Dalini, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) memaparkan, bahwa saat ini setiap rumah bisa memperoleh listrik dari sinar matahari dengan memasang panel surya sesuai kemampuannya. Banyak juga yang memasang surya cell kurang dari 10 meter persegi. Partisipasi meningkat karena biaya pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sudah turun sekitar 90 persen dalam 10 tahun terakhir.
Rinaldi melanjutkan, saat ini ada produsen panel surya yang berani menawarkan solar sell untuk atap rumah berukuran 1 meter persegi dengan produksi listrik 100 watt per hari. Harga yang ditawarkan juga relatif murah, sekitar Rp2 juta saja. Penawaran inilah yang membuat energi matahari selain ramah lingkungan juga tidak lagi sebagai hal yang mahal. "Pasang solar cell di atap seukuran 1 meter persegi bisa hasilkan listrik 100 Watt. Sekarang ini kalau 1 meter persegi menghasilkan 100 Watt itu sekitar Rp 2-3 juta," kata Rinaldy, pada tahun 2015 lalu.
Semakin terjangkaunya listrik tenaga surya, membuat tidak hanya masyarakat negara berkembang yang terarik. Sudah banyak rumah tangga di negara maju seperti Jerman, Jepang, dan Australia yang mengadopsi teknologi panel surya di atap rumah (solar cell roof top) dan bangunan-bangunan lainnya. Langkah maju juga telah dilakukan Malaysia dimana pemerintahnya mendorong warga dan pengusaha untuk memasang panel surya di atap bangunan yang mereka miliki."Jepang dan Australia sudah menyatakan akan mengadopsi ini. Malaysia memberi insentif buat penduduk yang mau memasang," paparnya.
Indonesia juga tidak kalah, kata Rinaldy. Pemerintah melalui Kementerian ESDM juga telah menyusun aturan feed in tariff. Melalui kebijakan ini, produksi listrik dari atap-atap rumah dan bangunan yang dihasilkan masyarakat akan dibeli oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau sering disingkat PLN. Berdasarkan aturan tersebut, PLN akan membeli produksi listrik ini dengan harga yang menguntungkan pihak yang memproduksi listrik dari energi matahari.
Untuk mendorong industri panel matahari bisa berkembang di Indonesia, Pemerintah telah mewajibkan perkantoran, jalan raa, dan rumah diatas Rp1 miliar untuk memasang PLTS di atap bangunan yang mereka miliki. Tujuannya, untuk meningkatkan permintaan atas panel matahari sehingga produsen fotovoltaik di indonesia bisa berkembang dan melakukan produksi yang masang. Ujung dari kebijakan ini adalah menjadikan harga panel surya di Indonesia semakin terjangkau. "Kita usul perkantoran, jalan raya, rumah di atas Rp 1 miliar wajib solar cell. Supaya industrinya tumbuh dan harganya turun," cetusnya.
Aplikasi yang saat ini marak di Indonesia masih sebagatas pemasangan PLTS untuk tujuan penerangan jalan. Kita bisa melihat banyak lampu penerangan jalan yang memiliki panel surya. "Sekarang sudah dipasang misalnya di lampu-lampu jalan," pungkasnya.
Rinaldi melanjutkan, saat ini ada produsen panel surya yang berani menawarkan solar sell untuk atap rumah berukuran 1 meter persegi dengan produksi listrik 100 watt per hari. Harga yang ditawarkan juga relatif murah, sekitar Rp2 juta saja. Penawaran inilah yang membuat energi matahari selain ramah lingkungan juga tidak lagi sebagai hal yang mahal. "Pasang solar cell di atap seukuran 1 meter persegi bisa hasilkan listrik 100 Watt. Sekarang ini kalau 1 meter persegi menghasilkan 100 Watt itu sekitar Rp 2-3 juta," kata Rinaldy, pada tahun 2015 lalu.
Semakin terjangkaunya listrik tenaga surya, membuat tidak hanya masyarakat negara berkembang yang terarik. Sudah banyak rumah tangga di negara maju seperti Jerman, Jepang, dan Australia yang mengadopsi teknologi panel surya di atap rumah (solar cell roof top) dan bangunan-bangunan lainnya. Langkah maju juga telah dilakukan Malaysia dimana pemerintahnya mendorong warga dan pengusaha untuk memasang panel surya di atap bangunan yang mereka miliki."Jepang dan Australia sudah menyatakan akan mengadopsi ini. Malaysia memberi insentif buat penduduk yang mau memasang," paparnya.
Indonesia juga tidak kalah, kata Rinaldy. Pemerintah melalui Kementerian ESDM juga telah menyusun aturan feed in tariff. Melalui kebijakan ini, produksi listrik dari atap-atap rumah dan bangunan yang dihasilkan masyarakat akan dibeli oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau sering disingkat PLN. Berdasarkan aturan tersebut, PLN akan membeli produksi listrik ini dengan harga yang menguntungkan pihak yang memproduksi listrik dari energi matahari.
Untuk mendorong industri panel matahari bisa berkembang di Indonesia, Pemerintah telah mewajibkan perkantoran, jalan raa, dan rumah diatas Rp1 miliar untuk memasang PLTS di atap bangunan yang mereka miliki. Tujuannya, untuk meningkatkan permintaan atas panel matahari sehingga produsen fotovoltaik di indonesia bisa berkembang dan melakukan produksi yang masang. Ujung dari kebijakan ini adalah menjadikan harga panel surya di Indonesia semakin terjangkau. "Kita usul perkantoran, jalan raya, rumah di atas Rp 1 miliar wajib solar cell. Supaya industrinya tumbuh dan harganya turun," cetusnya.
Aplikasi yang saat ini marak di Indonesia masih sebagatas pemasangan PLTS untuk tujuan penerangan jalan. Kita bisa melihat banyak lampu penerangan jalan yang memiliki panel surya. "Sekarang sudah dipasang misalnya di lampu-lampu jalan," pungkasnya.
Sumber : Detik.com
Link : http://finance.detik.com/read/2015/10/31/153337/3058702/1034/modal-rp-2-juta-rumah-anda-bisa-dapat-listrik-dari-matahari-tiap-hari, diakses 2016.
https://www.instagram.com/p/2lfIkkDdfo/?tagged=solarrooftop, diakses 2016.
https://www.instagram.com/p/2lfIkkDdfo/?tagged=solarrooftop, diakses 2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar