Malaysia adalah produsen BBM dan gas alam yang dikelola oleh Petronas (Petroleum Nasional Berhad), dan juga produsen dan pengekspor minyak sawit dunia. Malaysia mengadopsi strategi diversifikasi campuran energi dengan 5 jenis bahan bakar sejak tahun 1999, dan komposisi pada tahun 2008 adalah gas alam (57%), batubara (24,1%), minyak/BBM (6,4%), air/hidro (8,4%), dan EBT (4,1%).
Sumber EBT di Malaysia sebenarnya melimpah untuk dieksploitasi guna menggantikan sumber energi dari BBM, LNG dan Batubara. Pada akhir tahun 2005, Kebijakan Energi Nasional ke 8 menargetkan energi listrik sebesar 500 MW berasal dari EBT dapat masuk ke grid nasional, tetapi ternyata hanya tercapai 12 MW saja, itu pun berasal dari 2 proyek SREP (Small Renewable Energy Programme). Oleh karena itu, pemerintah mengusulkan lagi kebijakan ke 9 (2006-2010) dengan titik berat ke pengembangan EBT. Salah satu rekomendasinya adalah melakukan Efisiensi Energi terhadap Bangunan Komersial yang selanjutnya diketahui sebagai MS1525. Namun, langkah itu juga kurang berhasil. Selanjutnya, Menteri Energy, Air, dan Komunikasi Malaysia membuat amandemen UBBL (Uniform Building By-Laws) yang berkaitan dengan MS1525. Pelaksanaan UBBL yg direvisi adalah tonggak sejarah pemanfaatan EBT di Malaysia. Di sisi lain, protokol Kyoto diratifikasi pada tahun 2002 oleh Pemerintah yang ternyata menguntungkan Malaysia dari sisi investasi yang berhubungan dengan pengurangan GHG (Greenhouse Gas), misalnya proyek yang berhubungan dengan EBT, Efisiensi Energi, Manajemen Limbah, dan banyak lagi. Proyek seperti ini diprioritaskan oleh Pemerintah untuk melaksanakan CDM (Clean Development Mechanism) di Malaysia. Kebijakan ke 10 (2011-2015) menargetkan EBT mencapai 985 MW atau 5,5 % dari total listrik yang dihasilkan hingga tahun 2015 yang terdiri atas biomassa (330 MW), Biogas (100 MW), Mini-hidro (290 MW), Surya PV (65 MW), limbah padat/sampah (200 MW). Investasi EBT didorong oleh feed-in tariff untuk biomassa, biogas, minihidro, dan surya PV yang diatur oleh SEDA (Sustainable Energy Development Authority). Tarif itu tidak memasukkan energi angin dan geothermal. Investor juga diberikan insentif fiskal misalnya kelonggaran pajak investasi. Pengguna EBT didorong mengikuti program SREP, yaitu membuat pembangkit listrik kecil hingga 10 MW yang dijual ke TNB (Tenaga Nasional Berhad) dengan menyambungkannya ke jaringan listrik nasional dengan perjanjian hingga 21 tahun.
Sumber EBT di Malaysia sebenarnya melimpah untuk dieksploitasi guna menggantikan sumber energi dari BBM, LNG dan Batubara. Pada akhir tahun 2005, Kebijakan Energi Nasional ke 8 menargetkan energi listrik sebesar 500 MW berasal dari EBT dapat masuk ke grid nasional, tetapi ternyata hanya tercapai 12 MW saja, itu pun berasal dari 2 proyek SREP (Small Renewable Energy Programme). Oleh karena itu, pemerintah mengusulkan lagi kebijakan ke 9 (2006-2010) dengan titik berat ke pengembangan EBT. Salah satu rekomendasinya adalah melakukan Efisiensi Energi terhadap Bangunan Komersial yang selanjutnya diketahui sebagai MS1525. Namun, langkah itu juga kurang berhasil. Selanjutnya, Menteri Energy, Air, dan Komunikasi Malaysia membuat amandemen UBBL (Uniform Building By-Laws) yang berkaitan dengan MS1525. Pelaksanaan UBBL yg direvisi adalah tonggak sejarah pemanfaatan EBT di Malaysia. Di sisi lain, protokol Kyoto diratifikasi pada tahun 2002 oleh Pemerintah yang ternyata menguntungkan Malaysia dari sisi investasi yang berhubungan dengan pengurangan GHG (Greenhouse Gas), misalnya proyek yang berhubungan dengan EBT, Efisiensi Energi, Manajemen Limbah, dan banyak lagi. Proyek seperti ini diprioritaskan oleh Pemerintah untuk melaksanakan CDM (Clean Development Mechanism) di Malaysia. Kebijakan ke 10 (2011-2015) menargetkan EBT mencapai 985 MW atau 5,5 % dari total listrik yang dihasilkan hingga tahun 2015 yang terdiri atas biomassa (330 MW), Biogas (100 MW), Mini-hidro (290 MW), Surya PV (65 MW), limbah padat/sampah (200 MW). Investasi EBT didorong oleh feed-in tariff untuk biomassa, biogas, minihidro, dan surya PV yang diatur oleh SEDA (Sustainable Energy Development Authority). Tarif itu tidak memasukkan energi angin dan geothermal. Investor juga diberikan insentif fiskal misalnya kelonggaran pajak investasi. Pengguna EBT didorong mengikuti program SREP, yaitu membuat pembangkit listrik kecil hingga 10 MW yang dijual ke TNB (Tenaga Nasional Berhad) dengan menyambungkannya ke jaringan listrik nasional dengan perjanjian hingga 21 tahun.
SURYA
PLTS Kuala Perlis |
Proyek BIPV (Building Integrated Photovoltaic Programme) dibangun di Malaysia pada tahun 2004, hasil kolaborasi NLCC Architects Sdn Bhd, Fraunhofer ISE, Jerman, dan SIRIM Bhd. GEF (Global Environment Facility) dan UNDP menyetujui hibah sebesar US$4,4 juta untuk mengembangkan BIPV Malaysia yang akan digunakan pada atap, pelindung sinar matahari di sisi gedung dan kanopi. Proyek itu dikelola PTM (Pusat Tenaga Malaysia) di bawah Kementrian Energi, Air, dan Transportasi.
PLTS Kuala Sawah, Negeri 9 |
STX Corp salah satu konglomerat Korea Selatan menandatangani nota kesefahaman dengan SHTP (Senai Hi-Tech Park) untuk meginvestasikan RM 1,5 milyar guna membangun pabrik sel surya di dekat Bandara Senai di Johor. Tanah seluas 460 Ha disediakan untuk proyek tersebut. Pabrik itu dilengkapi oleh Pusat Litbang yang saat ini berkapasitas 50 MW per tahun yang dapat dinaikkan hingga 300 MW dalam 3 tahun ke depan. Proyek tersebut selesai akhir tahun 2011. Pabrik di Senai ini mampu memproduksi modul panel surya dan ladang surya (PLTS) 50 MW dan kapasitas itu akan dinaikkan hingga 100 MW pada 5-7 tahun ke depan. Produk tersebut diekspor ke negara Eropa dan Amerika Serikat.
BIOMASSA
BIOMASSA
Malaysia adalah salah satu produsen dan ekspotir terbesar minyak sawit selama 40 tahun terakhir, dan memiliki sekitar 3,87 juta Ha tanaman sawit. Limbahnya yang berupa tandan buah kosong dan serat sawit berguna sebagai sumber energi terbarukan, sebagai hasil samping 380 pabrik minyak sawit yang tersebar di Malaysia, dan mampu memberikan listrik sekitar 2.400 MW. Malaysia diharapkan memproduksi 100juta ton kering biomassa padat per tahun dari sektor sawit yang dapat diekspor ke China, Korsel, Jepang, Taiwan, dan Eropa. Biomassa cair juga diproduksi (~16juta ton/tahun).
Ada pula 14 proyek SREP yang akan menghasilkan listrik sekitar 105 MW. Beberapa PLT biomassa jenis turbin uap dengan bahan bakar tandan sawit yang telah beroperasi adalah: 1) Bumibiopower (6 MW), Pantai Remis, Perak; 2) Jana Landfill (2 MW, biogas) Seri Kembangan, Selangor; 3) TSH Bio Energy (14 MW) Tawau, Sabah; 4) Potensi Gaya (7 MW) Tawau, Sabah; 5) Alaf Ekspresi (8 MW) Tawau, Sabah; 6) Naluri Ventures (12 MW) Pasir Gudang, Johor; 7) Seguntor Bioenergy (11,5 MW) Sandakan, Sabah; 8) Kina Biopower (11,5 MW) Sandakan, Sabah; 9) Recycle Energy (8,9 MW, sampah) Semenyih, Selangor.
Kilang biomassa (limbah sawit) terbesar kedua sesudah Italia dikembangkan oleh MYBiomass Sdn Bhd di Johor bekerjasama dengan Sime Darby Bhd dan Felda Global Ventures Bhd guna diubah ke produk industri gula (bahan bakar, bahan kimia, dan material lainnya) dan biobutanol. Tahun 2014, Sime Darby mengembangkan 6 Biogas Plant di Semenanjung Malaysia dengan kapasitas total 12 MW menggunakan effluen pengolahan minyak sawit; Felda membangun 10 MW PLTBm di Jengka, Pahang. Sekitar >80 juta ton biomassa tersedia, tetapi baru sekitar 20%-nya yang akan dimanfaatkan. Kilang tersebut akan beroperasi akhir tahun 2016 dengan investasi sekitar RM400juta dan kapasitas sekitar 60ribu ton/tahun.
Heng-Huat membangun PKS (Pabrik Kelapa Sawit) di Gua Musang, Kelantan dengan dana RM35juta. Sebelumnya telah dioperasikan 2 PKS di Seberang Perai, Penang. Dengan adanya PKS baru tsb, kapasitas produksi menaik dari 100.500 menjadi 135.000 ton/tahun pada kuartal II th 2016. Indonesia dan Malaysia mengajak negara ASEAN menggunakan biodiesel 20% (B20). Malaysia masih menggunakan B10. Heng-huat juga memproduksi material biomasa seperti fiber dari kelapa dan cangkang sawit (untuk mencegah tanah longsor dan badai pasir dalam negeri dan tujuan ekspor), briket (PLTU pengganti batubara), produk organik lainnya.
Ada pula 14 proyek SREP yang akan menghasilkan listrik sekitar 105 MW. Beberapa PLT biomassa jenis turbin uap dengan bahan bakar tandan sawit yang telah beroperasi adalah: 1) Bumibiopower (6 MW), Pantai Remis, Perak; 2) Jana Landfill (2 MW, biogas) Seri Kembangan, Selangor; 3) TSH Bio Energy (14 MW) Tawau, Sabah; 4) Potensi Gaya (7 MW) Tawau, Sabah; 5) Alaf Ekspresi (8 MW) Tawau, Sabah; 6) Naluri Ventures (12 MW) Pasir Gudang, Johor; 7) Seguntor Bioenergy (11,5 MW) Sandakan, Sabah; 8) Kina Biopower (11,5 MW) Sandakan, Sabah; 9) Recycle Energy (8,9 MW, sampah) Semenyih, Selangor.
Kilang biomassa (limbah sawit) terbesar kedua sesudah Italia dikembangkan oleh MYBiomass Sdn Bhd di Johor bekerjasama dengan Sime Darby Bhd dan Felda Global Ventures Bhd guna diubah ke produk industri gula (bahan bakar, bahan kimia, dan material lainnya) dan biobutanol. Tahun 2014, Sime Darby mengembangkan 6 Biogas Plant di Semenanjung Malaysia dengan kapasitas total 12 MW menggunakan effluen pengolahan minyak sawit; Felda membangun 10 MW PLTBm di Jengka, Pahang. Sekitar >80 juta ton biomassa tersedia, tetapi baru sekitar 20%-nya yang akan dimanfaatkan. Kilang tersebut akan beroperasi akhir tahun 2016 dengan investasi sekitar RM400juta dan kapasitas sekitar 60ribu ton/tahun.
Heng-Huat membangun PKS (Pabrik Kelapa Sawit) di Gua Musang, Kelantan dengan dana RM35juta. Sebelumnya telah dioperasikan 2 PKS di Seberang Perai, Penang. Dengan adanya PKS baru tsb, kapasitas produksi menaik dari 100.500 menjadi 135.000 ton/tahun pada kuartal II th 2016. Indonesia dan Malaysia mengajak negara ASEAN menggunakan biodiesel 20% (B20). Malaysia masih menggunakan B10. Heng-huat juga memproduksi material biomasa seperti fiber dari kelapa dan cangkang sawit (untuk mencegah tanah longsor dan badai pasir dalam negeri dan tujuan ekspor), briket (PLTU pengganti batubara), produk organik lainnya.
GAS TPA (landfill gas)
Ada 4 proyek pembangkit listrik yang menggunakan gas methan berasal dari sampah TPA telah disetujui dengan kapasitas 9 MW. Cypark Resources Bhd (investor swasta) berencana menginvestasi RM94,29 juta untuk membangun Taman EBT di Pajam, Negeri Sembilan yang mampu menghasilkan listrik 10 MW yang diharapkan memberikan pendapatan sekitar RM12,16 juta per tahun selama 21 tahun ke depan. Pajam adalah lokasi TPA yang telah diremediasi seluas 26 Ha yang akan diubah menjadi taman EBT terintegrasi dari 3 macam EBT yaitu PLTS, PLT gas TPA, dan PLT sampah.
ANGIN
Laju angin rata-rata tidak lebih dari 2 m/detik. Akan tetapi, laju angin tergantung lokasi dan bulan. Malaysia mengalami 2 angin musim, angin Barat daya (Mei/Juni-September) dengan laju di bawah 7 m/detik, dan angin Timur Laut (November-Maret) dengan laju mencapai 15 m/detik terutama di pesisir pantai daerah semenanjung Malaysia bagian Timur (Kelantan, Pahang, dan Terengganu). Ladang angin pertama kali dibangun di Malaysia adalah di pulau Terumbu layang-layang di Laut China Selatan, 300 km Barat Laut kota Kinibalu, Sabah sebagai hasil studi mahasiswa UKM (University Kebangsaan Malaysia). Kapasitas terpasang hanya 0,15 MW. Studi itu juga menentukan 16 lokasi di pesisir pantai yang menghadap Laut China selatan, Selat malaka, Laut Sulu atau laut Sulawesi.
AIR
Potensi PLTA di Malaysia sudah jauh berkembang. TNB mengoperasikan 3 skema PLTA yang memiliki kapasitas terpasang 1.911 MW, yaitu 1) skema PLTA Sungai Perak (649 MW): Bersia/72 MW, Chenderoh/40.5 MW, Kenering/120 MW, Sungai Piah Atas/14.6 MW, Sungai Piah Bawah/54 MW, Temenggor/348 MW; 2) Skema PLTA Terengganu (400 MW): Sultan Mahmud/4x100 MW; 3) Skema PLTA highlands Cameron (262 MW): Jor/100 MW, Woh/150 MW, Odak/4,2 MW, Habu/5,5 MW, Kampong Raja/0,8 MW, Kampong Terla/0,5 MW, Robinson Falls/0,9 MW. Selain itu, ada skema PLTA independen: Sultan Ismail Petra/600 MW, Sg. Kenerong/20MW. Sementara, di Sabah dan Sarawak dibangun PLTA Batang Ai/25 MW, Sarawak; Tenom Pangi/66 MW, Sabah; Bakun/2.400 MW (sedang dibangun), Murum/944 MW (diusulkan, Sarawak).
Namun, masih ada beberapa tempat yang belum dimanfaatkan untuk PLTA seperti di Pahang, Kelantan, dan Perak. Proyek PLTA Bakun di Serawak sebesar 2.400 (8x300) MW adalah potensi terbesar yang saat ini masih dalam tahap pembangunan. PLTA Hulu Terengganu 212MW dan PLTA Ulu Jelai 372MW diharapkan beroperasi masing-masing th 2015 dan 2016. Proyek lain, PLTA Rejang Basin di Sarawak dan PLTA Kaiduan (37 MW) di Sabah sedang distudi.
GEOTERMAL / PANAS BUMI
PLTP di Malaysia belum ada. Departemen Mineral dan Geoscience menemukan adanya potensi panas bumi di Apas (2000-3000 m air bersuhu 220-236 derajad C di bawah permukaan tanah), 40 km dari Tawau, Sabah dengan potensi menghasilkan listrik sekitar 67 MW. Dana US$ 420.000 dialokasikan untuk riset agar pengeboran uap segera dapat dilaksanakan.
BIODIESEL
Cool Planet Energy Systems dan Acritaz Greentech menandatangani kerjasama membangun pabrik skala pilot guna mengubah bahan baku biomassa lokal seperti limbah cangkang sawit, kayu+kulit kayu, dll. menjadi biofuel dan biochar. Dana sebesar US$60juta akan digunakan untuk membangun pabrik pertama di Johor akhir tahun 2013.
BIOETANOL
Universitas Malaysia Sarawak (Unimas) memproduksi bioethanol dari pohon sagu dengan kode bioethanol E18 yang dapat digunakan langsung ke mesin atau karburator sebagai aditif. Pabrik bioethanol Unimas berproduksi 1.000 liter/hari. Sagu 10-12 ton dapat menghasilkan gula 5-7 ton. Proyek selanjutnya adalah mengubah limbah cair dari pabrik ini untuk menghasilkan biodiesel.
Material lignoselulose biomassa dari limbah pertanian, sampah kota, dll. tersedia sebanyak 47,4 juta ton kering/tahun (130.000 ton/hari) yang dapat diubah menjadi bioethanol 32.838 ton/hari.
Mitsui Engineering & Shipbuilding Co. bekerjasama dengan produsen minyak sawit Sime Darby plantation Sdn. berencana memproduksi bioethanol dari tandan sawit sebanyak 1,25 ton/hari pada kuartal pertama tahun 2013 yang menggunakan proses perlakuan awal hydrothermal dan teknologi hidrolisis enzim.
BIOBUTANOL
Kilang biobutanol sedang dipersiapkan oleh Malaysia
NUKLIR
Malaysia berencana membangun 2 PLTN 1000 MW pada tahun 2022 di semenanjung Malaysia, dan PLTN pertama akan menelan biaya US$ 3,1 milyar (RM21,3miliar) bila pada tahun 2013-2014 evaluasi PLTN itu sudah selesai. Aktivis lingkungan memprotes dengan tuduhan bahwa pemerintah tidak serius menangani PLTS, PLTA dan PLTB yang melimpah di Malaysia. Pemerintah berkilah bahwa PLTA cocok dibangun di Sabah dan Sarawak, bukan di semenanjung Malaysia. Malaysia sesungguhya belum siap betul untuk memiliki PLTN pertamanya, karena publik belum sepenuhnya menerima 100%. Apalagi BPS Malaysia mengatakan bahwa 62,87% (Juli 2015) publik Malaysia tidak yakin terhadap kemampuan Badan Regulasi Malaysia meregulasi teknologi nuklir.
Feed-in Tariff
Menteri Energi, Teknologi Hijau dan Air Malaysia mengimplementasikan feed-in tariff untuk EBT di Malaysia pada awal tahun 2012 agar pengguna EBT dapat menjual kelebihan listriknya ke TNB atau ke perusahaan perwakilan di masing-masing provinsi misalnya Sarawak Electricity Supply Corporation atau Sabah Electricity Board.
Menteri Energi, Teknologi Hijau dan Air Malaysia mengimplementasikan feed-in tariff untuk EBT di Malaysia pada awal tahun 2012 agar pengguna EBT dapat menjual kelebihan listriknya ke TNB atau ke perusahaan perwakilan di masing-masing provinsi misalnya Sarawak Electricity Supply Corporation atau Sabah Electricity Board.
Ditulis oleh: Fathurrachman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar