• Breaking News

    PengetahuanSaya

    https://amirakostader.blogspot.co.id/

    Kamis, 01 September 2016

    Nasib air (air laut) sebagai bahan bakar terbarukan


    Air sebagai bahan bakar terbarukan saat ini masih dipandang sebelah mata, apalagi teknologi bahan bakar air (BBA) yang telah tua itu tersingkir ketika BBM ditemukan dan dimanfaatkan maksimal sebagai bahan bakar. Di sisi lain, energi yang diperlukan untuk mendisosiasi air menjadi gas hidrogen dan oksigen dengan teknologi elektrolisis lebih besar dibanding dengan energi pembakaran hidrogen yang diperoleh. Artinya, energi elektroliser sebesar 4 kWh diperlukan untuk mendapatkan 1 m3 hidrogen dari air, dan pembakaran hidrogen sebanyak itu hanya menghasilkan energi 3,5 kWh dengan tegangan 1,6-2,0 V dan arus ratusan Amper. Kelemahan ini dijadikan alasan untuk tidak mengembangkan potensi air sebagai BB. Namun, hal itu sebenarnya kurang benar, karena 1) efisiensi produksinya lebih tinggi 10 kali, dan 2) bila gas H2 tercampur dengan O2 yang disebut dengan gas HHO, maka gas HHO segar yang diproduksi tersebut 4 kali lebih berenergi daripada gas H2 dan gas O2. Ketika Bob menggunakan elektroliser bersistem pemulsaan tegangan (lebar pulsa 555 dengan frekuensi masing-masing 42.800; 21.400 dan 10.700 cps), maka efisiensi keseluruhan meningkat tajam menjadi lebih dari 1000% dibandingkan hasil normalnya (Faraday).
    Koda mengusulkan bahwa selain pemecahan ikatan atom antara hidrogen dan oksigen dalam air menggunakan arus listrik, dapat ditambahkan pula penggunaan teknik vibrasi ultrasonik disertai dengan gelombang radio guna menaikkan efisiensi yang prosesnya disebut elektrolisis ultrasonik. Sebuah kristal piezoelektrik dilekatkan di dasar kubah logam yang duduk pada bahan fleksibel (karet). Bila kristal distimulasi oleh arus listrik dengan Frekuensi resonansi sekitar 42,7 kHz, maka kristal akan bergetar dan kubah logam ikut bergetar, dan air yang menyelimutinya juga ikut bergetar dengan frekuensi yang sama, sehingga air terdissosiasi menjadi gas hidrogen dan oksigen. Pada saat yang sama, arus listrik yang digunakan untuk menghidrolisis air dilewatkan melalui air yang terletak di antara kubah dan bagian luar dinding logam, sehingga menimbulkan pulsa-pulsa pada frekuensi resonasi air tersebut. Akibatnya, kombinasi antara getaran fisik dan pulsa elektrolitik menghasilkan efisiensi dissosiasi air menjadi gas hidrogen dan oksigen lebih tinggi. Proses pemanfaatan frekuensi itu Hansen menyebutnya Frequency Enhanced Electrolysis atau Hydro-phonic Electrolysis, frekuensi pulsa berfungsi membuat pulsa pada arus yang menuju elektroda, sehingga elektroda bergetar / bervibrasi sekaligus memancarkan pulsa frekuensi dengan nada tinggi ke dalam air. Elektroda bersifat hydrophone (meneruskan efek gelombang) sehingga, bila frekuensinya tepat, dapat memotong ikatan oksigen dan hidrogen dalam molekul air. Kombinasi itu harus diatur sedemikian rupa agar mendapatkan efisiensi setinggi-tingginya tanpa pemberian katalis (mis.NaOH), tetapi hanya menggunakan air keran.

    Jokoenergy menggunakan PWM (Pulse Width Modulation) disertai frekuensi sekitar 19,66 Hz, pada arus 12 Amper dan tegangan 12 volt.
    Reaktor Elkt plasma Kanarev 3kW
    Sejak th 1997 peneliti Kuba (asal Rusia), Kanarev, telah menciptakan lebih dari 20 paten di bidang perolehan gas hidrogen dari air. Laporan penelitiannya bersama Mizuno dari Hokkaido University, Jepang, tahun 2003 menjelaskan bahwa energi elektroliser yang diperlukan untuk mendapatkan 1 m3 hidrogen dapat diturunkan menjadi seperempatnya, dan Kanarev sendiri juga telah mampu menurunkan energi elektroliser sepersepuluhnya dengan mengubah air menjadi bentuk plasma pada suhu 2700-5000 oC, bahkan selanjutnya Kanarev telah menemukan sel elektrolisis yang diatur sedemikian rupa sehingga arus dapat direndahkan lagi hingga 0.02 A dengan tegangan 1,5-2,0 V. Dengan teknik ini air / air laut langsung berubah menjadi uap dan gas hidrogen dalam beberapa detik saja (seperti pada gambar) sehingga bila diproduksi besar-besaran uap air yang dihasilkan dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti untuk menggerakkan turbin, utilitas di industri kimia, dll., dan gas hidrogen dapat digunakan untuk menghasilkan listrik tambahan. Inilah PLTN (reaksi nuklir menggunakan elektrolisis plasma) yang diinginkan di masa depan, PLTN dengan BBA saja atau air laut saja, bukan dengan bahan bakar uranium, plutonium atau thorium. Ini adalah salah satu bukti awal prospek cerah dari air atau air laut yang berfungsi sebagai BB via elektrolisis plasma.


    Naudin juga melakukan percobaan sederhana (Beker borosilikat diisi 400 cc air bebas mineral dan kalium karbonat dengan konsentrasi 0,2 M, lampu 12V/5W; kapasitor 220nF/1.000V; Tegangan: 300Vdc; Arus semula 6 mA lalu turun mendadak saat terjadi reaksi elektrolisis plasma menjadi 2mA) yang membuktikan pula bahwa tidak hanya ada kelebihan energi dengan timbulnya uap air selama proses elektrolisis plasma berlangsung, tetapi juga dapat menghasilkan arus listrik tambahan.

    Percobaan replika dari rancangan Meyer dilakukan pula.


    Sebenarnya banyak peneliti lain juga mengembangkan teknologi BBA (termasuk produksi gas HHO), seperti Stanley Meyer (mati diracun, 1998), William Rhode, Yull Brown, George Wiseman, Denny Clein, Ruggero Santilli, Andrija Puharich, John Kanzius, Stephen Chambers, Paul Zigouras, Joe (Joe Cell), Alex Schiffer, Paul Pantone, Rasmussen, dll. Akan tetapi, hingga saat ini mereka terancam jiwanya bila terus melanjutkan pengembangan teknologi BBA. Contoh lain: Eugene Mallove pakar Fusi Dingin, guru besar (Profesor) MIT Amerika, ahli energi alternatif, dan editor majalah Infinite Energy, dibunuh secara brutal (15 Mei 2004) di rumah orang tuanya. Th 1989, dia meninggalkan MIT sebagai protes terhadap MIT yang memanipulasi data replikasi penelitian Pons-Fleischmann agar hasil riset kedua penggagas fusi dingin itu negatif. Dia membuka data manipulasi itu. Dia tak kenal lelah menulis dan menyuarakan bukti-bukti adanya energi bebas pada proses fusi dingin.


    Tata motor buatan India mengembangkan air, air hujan, air toilet, air laut sebagai BB (gas Hidrogen), bekerjasama dengan Daniel Nocera (Prof MIT), mengglontorkan dana US$15juta untuk proyek tsb. 

    Di lain fihak, Jepang (Fukai Environmental lab) telah menemukan gas hidrogen dari air fungsional (+serbuk Al atau Mg) dengan biaya murah. Satu gram Al menghasilkan 2L gas Hidrogen, sementara 1 gram Mg memperoleh 3,3 L. Listrik Satu kWh dapat diperoleh dengan biaya 15 yen saja.

    Peneliti Univ. Wollongong (Australia) telah menemukan dan memproduksi khlorofil tiruan pada selembar film plastik konduktif yang berfungsi sebagai katalis sekaligus dapat memecah air-laut menjadi gas oksigen dan gas hidrogen yang cocok untuk Fuel cell (Sel Tunam) untuk menerangi rumah dan mobil listrik dari 5 liter air-laut/hari.

    Angi Le Floch, peneliti Perancis memanfaatkan sisa panas (60%) dari mesin bensin/solar (hanya terpakai 40%) pada kapal mewahnya (Luxury MIG 675) untuk menghasilkan gas hidrogen dari air laut. Dia mengembangkan generator mandiri yang mampu menghasilkan tegangan listrik 50.000V yang dimanfaatkan untuk menghasilkan gas hidrogen dari air laut, kemudian diinjeksikan kembali ke dalam mesin (hidrogen hibrida) sehingga daya dorong kapal bertambah (113km/j). Teknologi yang dia tawarkan sekitar 250.000 Euro. Akan tetapi, teknologi hidrogen hibrida tsb tidak sepenuhnya jelas (apakah produksi hidrogen berasal dari proses elektrolisis air laut, dll).

    Pemanfaatan BBA (di Indonesia) 

    Beberapa peneliti Indonesia mencoba "Niteni, Niroake, Nambahi", di bidang teknologi BBA dan mengubahnya menjadi gas air yang digunakan hanya sebatas suplemen BBM, bukan mengganti total BBM oleh BBA dalam ruang bakar mobil, genset, motor, dan kapal motor konvensional.
    • Mahasiswa program Diploma 3 Otomotif, FT & Sains, Unas, mengembangkan BBA untuk kendaraan bermotor yang alat temuan mereka disebut Eco Power Booster (EPB). Alat itu telah digunakan pada 40 Kendaraan roda empat dan 20 roda dua di kalangan internal mereka. EPB juga diterapkan di mesin perahu nelayan via PATI (Perhimpunan Ahli Teknik Indonesia) Banten yang dinyalakan dengan minyak dulu, kemudian BBA masuk sebagai BB suplemen mesin perahu itu. Harga mesin ditawarkan Rp.2 juta, dan telah diuji di kemen ESDM dan IPB.  
    • BBA untuk kompor (kreasi Tan Kusuma) dipamerkan pula.
    • ITS (Lab Teknik Pembakaran dan BB, Teknik mesin FTI) juga mengembangkan BBA sejak tahun 2007 dan mulai dipakai sejak tahun 2009 yang mampu menghemat BBM 36%. Alat HHO ciptaan ITS (Hydrogen Booster), mampu memanfaatkan 1 cc air murni untuk perjalanan sejauh 70 km.
    • Siswa/i SMK Negeri 2 Langsa bekerjasama dengan Green Energy Institute mengubah air menjadi gas hidrogen yang alatnya diberi nama Wave++SMK (Water as a Vehicle's Fuel). Alat tersebut mampu menghemat BB 50% dan menurunkan emisi lebih dari 80%. Tim peneliti ini mendorong masyarakat Indonesia untuk menggunakan air sebagai BB. Saat ini, alat tersebut dipinjamkan dan disematkan pada mobil Esemka Rajawali guna mendongkrak daya mobil yang meningkat menjadi 1:20 km. Malaysia juga tertarik untuk memanfaatkan teknologi itu.
    • Peneliti (para mahasiswa) FMIPA USU menciptakan kendaraan ber-BBA 100% dengan konduktivitas listrik tertentu yang menghasilkan gas buang berupa uap air saja. Sistem itu dapat diterapkan pada kendaraan komersial yang sudah ada dengan mengganti karburator yang didesain oleh mahasiswa tersebut. Peneliti tersebut juga memanfaatkan campuran air dan bioetanol untuk sepeda motor (wadah BB dimodifikasi) melalui sebuah sistem yang disebut SiPeDe dan patennya sedang diupayakan ke kemenkumham. Mereka melaporkan bahwa dengan satu liter campuran air + bioetanol sepeda motor dapat melaju hingga mencapai 63 km, hampir dua kali lipat bila menggunakan bensin. 
    • Sebelumnya, Pak Boy memanfaatkan campuran air dan bensin sebagai BB sepeda motornya.
    • Guru dan Siswa SMKN 1 Purworejo, Jateng, juga memanfaatkan gas hidrogen yang berasal dari air yang diuapkan menggunakan panas buang dari knalpot kemudian dicampur dengan gas hidrokarbon.
    • Air + aluminium juga dijadikan BB kompor. Mbah Eddy telah mencobanya.
    Para 'peneliti' Indonesia terus berupaya mengurangi ketergantungan mereka terhadap BBM, dan mengantisipasi tingginya harga BBM di masa depan sekaligus berupaya agar bangsa Indonesia tidak diombang-ambing oleh penguasa BBM dari hulu ke hilir.


    PLTN TRANSMUTASI

    LENR (Low Energy Nuclear Reaction), Cold Fusion Phase 2 (Fusi Dingin fase 2) 

    [Teknologi LENR disebut pula LANR (Lattice Assisted Nuclear Reaction), atau  
    CECR (Brillouin's Controlled Electron Capture Reaction)]

    Teknologi LENR memanfaatkan daya dari energi nuklir lemah, tetapi menangkap energi ini cukup sulit. Selama ini upaya terbaik NASA melibatkan kisi-kisi Ni dan ion-ion hidrogen. Ion tersebut dihisap ke dalam kisi-kisi Ni, kemudian kisi tersebut diosilasi pada frekuensi amat tinggi (antara 5-30 Tera Hertz). Osilasi itu mengeksitasi elektron Ni yang dipaksa masuk ke dalam ion hidrogen (proton) membentuk netron lambat. Ni segera menyerap netron-netron ini, sehingga ia tidak stabil. Oleh karena itu, Ni melucuti netron dari elektronnya sehingga menjadi proton, yang menyebabkan Ni menjadi Cu (tembaga) dengan melepaskan energi ke dalam proses. LENR memanfaatkan netron lambat dengan energi di bawah 1 eV sehingga tidak menghasilkan radiasi ionisasi atau limbah radioaktif. Hal itu menyebabkan LENR cocok untuk reaktor nuklir rumahan dan kendaraan yang menghasilkan panas dan listrik. Selain Ni, Karbon juga dapat digunakan yang akan berubah menjadi Nitrogen.

    Teknologi LENR (PLTN Transmutasi, Ni-H) memiliki beberapa keuntungan bila dibandingkan dengan reaktor nuklir (PLTN Fissi Uranium/Plutonium/Thorium), yaitu tidak ada bahan radioaktif yang terlibat sebagai bahan bakar, dan tidak ada limbah radioaktif dari proses reaksi nuklir transmutasi (gas, cair, dan bahan bakar bekas). Di samping itu, LENR memiliki densitas energi serupa dengan sumber energi nuklir, yang mempunyai densitas energi superior dibandingkan dengan sumber energi minyak, batubara, dan gas. Contoh:

    BBM: C + O2 >>> CO2 + 4,1 eV; sedangkan LENR: Ni-62 + H >>> Cu-63 + 6,12 MeV

    Kelebihan lain LENR:
    • Biaya rendah: sekitar 1/1000 biaya BBM (Biaya transportasi juga lebih rendah)
    • Densitas Energinya Superior: densitas energi > 1juta kali densitas energi fosil (minyak, batubara, gas alam), tepatnya, panas dari satu liter Ni-H setara dengan panas 2 juta liter BBM, bahkan lebih tinggi dari densitas energi PLT fissi nuklir komersial saat ini. Seperti diketahui bahwa reaksi molekul Ni dan proton / hidrogen menghasilkan panas ~5-6MeV, sedangkan panas total fissi uranium ~200MeV, dan panas total fusi nuklir D+T ~18-20MeV.
    • Cadangan bahan bakar LENR amat melimpah yang diduga habis sekitar 10 juta tahun, sedangkan fosil sekitar 150 tahun
    • Lingkungan Hijau dan Selamat: LENR itu 100% Hijau dan bebas karbon. Meski LENR adalah reaksi nuklir, ia tidak memerlukan uranium / plutonium / thorium, tidak menghasilkan limbah nuklir atau produk samping nuklir,  tidak punya efek merugikan atau isu keselamatan seperti PLTN fissi. Tidak ada emisi, tidak ada polusi, tidak ada bising (cukup senyap)
    • Tidak Terbatas: Bahan bakar LENR saat ini, Ni-H tidak terbatas. Ni dan gas hidrogen adalah logam dan gas dengan kelimpahan terbesar di bumi. Ni dan gas hidrogen akan menghasilkan panas bila mereka bercampur,  dan Ni bertransmutasi membentuk tembaga dan energi panas.  LENR dapat menggunakan logam selain Ni (lebih mahal), misalnya Paladium, Titanium, dan Platina.
    • Murah, kecil, dan dapat  diatur ukurannya: Peralatan LENR efisien dari sisi biaya. Mereka itu kecil, mudah dibuat/dioperasikan, sangat efisien dan handal, tidak ada bagian yang bergerak, dan hanya membutuhkan pergantian wadah (cartridge) Ni-H setiap 6 bulan.
    Persyaratan pembangkit panas/listrik berbasis LENR, agar sukses dikomersialkan adalah:
    • COP (Coefficient of Performance), rasio energi keluar dan masuk, harus tinggi; contoh: bila COP = 6, maka 1 kW daya masuk menghasilkan panas 6 kW. Makin tinggi COP, mesin LENR makin efisien.
    • Temperatur kerja cukup tinggi
    Bila COP = 5, dan temperatur teras setinggi 1000 oC, maka semua problem energi di dunia dapat terpecahkan.

      
    BrLP

    Perusahaan Brilliant Light Power (BrLP) (CEO: Dr. Randell L. Mills) membuktikan adanya proses elektrolisis plasma terhadap bahan bakar padat berbasis air, SF-CIHT (Solid Fuel - Catalyst Induced Hydrino Transition). Sementara, peneliti lain mengusulkan agar nama CIHT diganti dengan nama ECHO (Electricity from Collapsing Hydrogen Orbits). Generator memompa serbuk katalis terhidrasi (basah) bergerak ke serial putaran 2 elektroda, sehingga ketika 2 elektroda dialiri listrik, air dalam serbuk meledak dalam bentuk kilatan cahaya yang memiliki spektrum sama dengan matahari dengan intensitas 50.000x intensitas cahaya matahari di muka bumi. 

    Setelah serbuk itu meledak, serbuk tsb didaur-ulang, dan dihidrasi-ulang, kemudian dikembalikan ke sistem agar meledak kembali. Hal itu berarti sistem hanya mengkonsumsi air saja, dan tidak menghasilkan polusi yang dijamin selama 25 tahun. Selanjutnya, cahaya tsb diubah langsung menjadi tenaga listrik (10MWe) via sel surya fotovoltaik komersial, (berupa panel datar bahan semikonduktor berefek fotovoltaik termasuk lensa, kaca, dan kabel optik fiber), yang disiapkan oleh perusahaan mitra, SunCell. Generator tsb cukup kecil sehingga dapat dipasang di dalam ruang mesin mobil. 

    Alat seukuran 1 ft2 (929cm2) (seperti gambar atas) adalah demo PLTHidrino yang menghasilkan energi listrik 10MWe (25MWoptik) dengan spek sbb:  Komposisi BB: serbuk hidrat Ti, Cu, atau Ag + ZnCl2 atau MgCl2; Tekanan terhadap BB:100-200lb/cm2; Laju massa BB: 5kg/detik; Laju volum BB: 1.000cm3/detik; Konsumsi BB air: 9cc/detik (33liter/jam); Frekuensi Daur: 2000Hz; Arus pijar: 20.000-30.000Amp; Tegangan: 4,5-8V; Daya Input Puncak Sistem: 90-240kW; COP ~1000; dll. Proses BlackLight menghasilkan energi 200kali lebih besar dibandingkan dengan pembakaran hidrogen, sehingga energi yang dibangkitkan itu dapat menggantikan PLTN / PLTU batubara / minyak / gas. Bila sel elektroda Ni diganti logam molebdinum (Mo), maka COP yang diperoleh meningkat ~2.400

    BB SF-CIHT menggunakan bahan murah, melimpah, tak-beracun, dan dapat diproduksi dalam jumlah besar. Biaya sel SF-CIHT diproyeksikan hanya sekitar 10-100USD/kW; Biaya instalasi PLTHydrino sekitar 1/54 PLTN; LCE/Levelized Cost of Electricity <1 sen USD/kWh, sedangkan nuklir fissi uranium 12sen USD / kWh. Sebelumnya, tahun 2008, BLP membuat purwarupa PLTHydrino 50kW yang siap dikomersialkan, dan Rowan Univ. berhasil mereplikasi proses BLP untuk 1 kW dan 50kW. 

    Proses elektrolisis plasma itu dibangkitkan oleh satu sel elektrolisis plasma (2 elektroda: Katoda NiO, Anoda Ni, elektrolit berupa garam eutektik molten LiOH-LiBr, dan matriks MgO) sebagai sumber reaktan untuk membentuk hidrino di anoda, dengan memasukkan arus ~12.000 Amp dan tegangan 1,5V. Air dalam bentuk plasma seketika memijar sangat terang (seperti cahaya matahari) dan mengeluarkan energi sangat besar (hasil dari konversi hidrogen dari air menjadi hydrino).  

    Bahan bakar secara konstan diumpankan guna mendapatkan energi sinambung. Satu liter air dalam BB itu akan menghasilkan daya listrik >2000 MW. Air 17 liter dapat menerangi rata-rata rumah di AS selama setahun. BLP memiliki lisensi dengan 7 utilitas (sejenis PLN) berdaya total 8250 MW (2010). Salah satunya adalah Estacado Energy Services, Inc, New Mexico.
    Scale-up. Tonggak utama memasuki skala komersial, adalah melakukan scale-up ukuran elektroda dan mengembangkan plat bipolar dimana ribuan sel disusun menjadi satu sel CIHT seperti terlihat pada gambar samping.

    Teknologi BLP dapat pula digunakan di angkutan darat, laut, dan udara. Satu galon (3,785 liter) air menggerakkan mobil sejauh >8050 km; atau dapat melistriki rumah sendiri, dan ribuan rumah tetangga. Berdasarkan proyeksi densitas daya SunCell dan ketersediaan bahan-bahan, generator 250 cm3 yang memiliki pengubah fotovoltaik dapat memberikan daya mobil listrik 200kW (267HP) dengan berat mesin hanya <2kg yang setara dengan 1% berat mesin bakar untuk daya yang sama. Banyak kalangan yang kepentingannya terganggu menghadang pengembangan teknologi ini.

    E-Cat
     
    E-cat, A. Rossi
    Andrea Rossi (Italia) (dengan teknologi E-Cat) melakukan Percobaan  LENR  dengan memanfaatkan reaksi nuklir antara gas hidrogen dengan serbuk Ni. Ia langsung mengarah ke pemanfaatan komersial (berdaya 1 MW, tetapi masih banyak masalah) yang menggunakan serbuk nano nikel 55% untuk menyerap gas hidrogen, serbuk besi 39% guna memecah gas H2 menjadi H1, dan litium aluminium hidrida (LiAlH4) 6% sebagai sumber gas hidrogen dan katalis. Beberapa peneliti masih terus mencari kondisi optimal, agar teknologi ini menjadi ekonomis dan dapat dikembangkan untuk memroduksi panas / uap air / listrik.  
     
    Pada percobaan Rossi, tidak ada bahan radioaktif yang terlibat, dan radiasi gamma atau netron yang terdeteksi selama uji berlangsung hanya sebatas cacah latar. COP yang diperoleh sekitar 3,2-3,6 (Rossi menyinggung dalam paten AS miliknya No. US 2014/0326711 A1, hal.15, tertgl 6 Nov 2014, yang disebut E-cat temperatur tinggi, Hot-Cat, bahwa Rossi mendapatkan COP ~11, tetapi banyak peneliti menyangsikan hasil ini). Harga BB (LiAlH4 dan serbuk nano Ni) yang relatif murah dan perawatan yang rendah menarik perhatian banyak pengguna energi. Tidak ada reaksi rantai atau ledakan. Ide besarnya adalah panas yang keluar digunakan untuk mendidihkan air, sehingga menjadi uap air, kemudian bila mungkin, untuk menggerakkan turbin. Idealnya, teknologi ini dapat mengganti PLTN uranium yang menggunakan berkas elemen bakar, dan desainer dapat menghitung duty cycle dengan cara mengganti reaktor (cartridge) per tahunnya, dengan biaya BB (LiAlH4 dan serbuk nano Ni) dan biaya limbah yang rendah. 

    CECR (Brillouin's Controlled Electron Capture Reaction)


    Teknologi LENR lainnya yang masuk skala komersial, adalah CECRBrillouin Energy (Brillouin "Hot Tube" Boiler) disebut pula Brillouin New Hydrogen Bioler (NHB), Boiler Kering, atau Brillouin Energy's Hydrogen Hot Tube (HHT) yang ditemukan oleh R Godes, sedang dikomersialkan oleh Brillouin Energy Corp. of Berkeley, CA, AS (BEC).  Ia mampu memanaskan sistem hingga 500-700 oC berdasarkan pemanfaatan gas hidrogen tekanan tinggi ke teras reaktor yang tentu saja cocok menjadi PLTU. BEC berharap biaya untuk menghasilkan energi sekitar  1 sen US$ per kWh tanpa emisi apapun. 

    Teknologi ini memanfaatkan gas hidrogen masuk ke geometri internal Ni dengan bantuan pulsa listrik. Generator pulsa elektronik menciptakan titik stres dalam logam dengan memfokuskan energi ke tempat yang sangat kecil, sehingga proton dalam hidrogen menangkap elektron dan berubah menjadi netron (-782keV). Pulsa-pulsa berikutnya membentuk netron baru dan netron tsb bergabung dengan hidrogen membentuk Deuterium (H2: 1 proton 1 netron dalam inti) (E= +2,2MeV). 

    Langkah penggabungan itu melepaskan energi. Proses terus berlangsung, Deuterium + elektron menjadi 2 netron (-3MeV); 2 netron + proton atau netron bergabung  dengan Deuterium menjadi Tritium (H3: 1 proton 2 netron) (E=+6,3MeV), dan T + elektron menjadi 3 netron (-9,3MeV); 2 netron + D atau netron + Tritium membentuk Quadrium (H4: 1 proton 3 netron), yang tidak stabil, ia segera berubah menjadi Helium dengan melepaskan lebih banyak energi (E=+17,06-20,6 MeV).

    Persamaan daya Brillouin: energi masuk 2,4 unit; energi keluar 24 unit. Pada CECR, Ni hanya sebagai host dan katalis, dan tidak dikonsumsi. 


    Sebelum NHB, BB (Brillouin Boiler), WET (Water Electrolytic Tube) Boiler, Boiler Basah, telah dikembangkan lebih dulu, yang sistemnya berupa katoda Ni270 & anoda mesh Ni270 dalam air bebas mineral dan elektrolit (larutan NaOH 0,15-0,5M), sehingga menghasilkan panas 100-150oC yang hanya dapat digunakan untuk membuat air panas untuk pemukiman, sedangkan NHB (T= ~450oC) digunakan untuk PLTU.

    Teknologi Brillouin (BB & NHB) bermanfaat untuk
    • Pemakaian: air panas, uap air, panas proses, PLTU
    • Pemakai: pemukiman, komersial, industri, dan desalinasi air laut
    • Keluaran termal: daya terendah hingga 600 W; Daya rendah 600W - 1 kW; daya menengah 1 kW - 500 kW; Daya tinggi lebih dari 500 kW (5-10 MW). PLTH (Pembangkit Listrik tenaga Hidrogen) ini sama desainnya dengan PLTU fosil atau PLTN, kecuali terasnya beda.
    Satu gelas air mengandung gas hidrogen sebagai bahan bakar PLTH yang cukup memberikan daya listrik untuk 30.000 rumah selama setahun. Sistem boiler HHT memiliki kemampuan proses aneka pemakaian panas non fosil, termasuk PLTU, desalinasi air laut, dll. Teknologi ikutan lainnya yang terdorong oleh temuan teknologi ini adalah komunitas energi di luar PLN, desalinasi, produksi hidrogen, produksi ammoniak dan pupuk, penambangan, pelumatan, dan pemrosesan logam.

      Kelebihan teknologi BB (basah) adalah: dapat diandalkan, tidak merusak katoda, memerlukan arus listrik rendah < 0,2 A/mm2, dan reaksi terjadi hanya beberapa milidetik.Teknologi Brillouin (Sep 2013) memasuki tahap lisensi internasional. Sunset Securities membuat kesepakatan dengan BEC untuk mendirikan PLTU ~10-15MW dengan menginvestasikan dana USD20juta. Perusahaan Korsel juga meneken lisensi beberapa juta USD dengan BEC untuk melakukan rekayasa dan pemanfaatan teknologi (PLTU ~5-10MW).

      Dari sisi material, Platinum dan Palladium dihindari untuk digunakan karena harganya mahal dan sulit dibuat. Pasangan Fe-Co dalam sistem periodik cukup dekat. Harga Fe murah (USD200/ton) bertransmutasi menjadi Co (USD 25.000/ton) yang mahal, tetapi afinitas Fe dengan hidrogen sangat rendah. Di sisi lain, penggunaan elektroda Titanium Vanadium (Ti-V) juga menarik perhatian, karena transmutasi Ti ke V dianggap menguntungkan. Harga Ti sekitar USD1.000/ton, sedangkan harga Vanadium sekitar USD50.000 /ton. Ti dapat dijenuhkan oleh hidrogen. 


      Rusia


      Fenomena E-Cat (Rossi) direplikasi oleh Prof. A. G. Parkhomov, peneliti Rusia. Pada tgl 25 Des 2014, ia melaporkan percobaannya menggunakan reaktor tabung porselin dan bahan bakar yang mirip dengan yang dilakukan oleh percobaan grup peneliti Italia-Swedia (eksperimen Lugano + E-cat milik Rossi). Filamen elektrik menginisiasi reaksi nuklir dalam tabung porselin dan proses berkelanjutan sendiri, sehingga Ni bertransmutasi menjadi isotop Cu dan isotop Ni. 

      Penggunaan sel porselin itu mirip batang kelongsong nuklir yang mengeluarkan panas dari hasil fissi, sedangkan tabung porselin mengeluarkan panas dari reaksi nuklir serbuk nano Ni + gas hidrogen dalam tekanan tinggi. Parkhomov melakukan percobaan menggunakan tabung porselin (panjang 20 cm) berisi 1g serbuk putih BB LiAlH4 (10%) yang dicampur dengan 10g serbuk nano Ni alam (90%) dengan cara yang sederhana.

      Diagram Percobaan Parkhomov
      Ia menaikkan suhu secara perlahan (menggunakan resistor Kanthal A1 yang bekerja hingga 1400 oC), agar gas hidrogen yang dilepas oleh LiAlH4 berkesempatan diabsorp oleh serbuk nano Ni alam, sehingga reaksi nuklir Ni dan hidrogen terjadi dan dapat menghasilkan energi lebih, dengan tekanan masih berada di bawah tekanan tabung reaktor. Radiasi gamma / netron yang terdeteksi hanya setingkat cacah latar. Daya masuk 300W, dan kelebihan daya diperoleh 700W, maka COP ~3,2. Kelebihan panas itu menarik perhatian dunia. Percobaan dari 1g LiAlH4 menghasilkan panas ~1889kJ, sedangkan 1g batubara hanya menghasilkan panas 30kJ. Artinya, BB Parkhomov itu tidak biasa, tetapi sangat berguna. Percobaan diteruskan (Maret 2015); pada suhu 1200 oC diperoleh kelebihan panas mencapai 800W (memproduksi 150mJ / 40kWh).

      Tiongkok

      Peneliti dari China Institute of Atomic Energy juga mendapatkan kelebihan panas ~600W dengan umpan panas 780W. Serbuk BB (Ni + LiAlH4 10%) sebanyak 20g diisikan ke sel Ni yang terletak dalam ruang reaksi baja nirkarat. pemanas terbuat dari kawat nichrome yang dililitkan ke tabung keramik, dengan arus listrik dc stabil sebagai sumber listrik. Produksi panas anomali teramati beberapa kali. Harga COP ~1,77.

      Beberapa cara perbaikan proses perlu dikembangkan di masa depan, misalnya:
      • penggunaan BB lain (selain serbuk LiAlH4 + Ni) (misalnya Ti bertransmutasi ke V) untuk mendapatkan COP yang lebih tinggi lagi. Selain itu, perlu dicari pemanasan jenis lain dari luar (misalnya, radio frequensi, elektromagnet, dll)
      • perlu dicari lagi aneka macam elemen pemanasnya dan teknik pemasangannya
      • Tabung reaktor (alumina, kelongsong logam, dll.)
      agar input panas sekitar 300 W dapat diturunkan serendah-rendahnya.

      Pemerintah Jepang akan mendanai litbang LENR yang diusulkan oleh NEDO (New Energy and Industrial Technology Development Organization) sekitar US$27juta.

      Teknologi LENR perlu dikembangkan serius di Indonesia sebagai teknologi alternatif PLTN guna mendukung bauran energi nasional yang ramah lingkungan.


      Ditulis oleh: Fathurrachman Fagi 



      Tidak ada komentar:

      Posting Komentar

      https://www.youtube.com/channel/UCA9dMS5K-UT0OxCA1LhuUzQ

      https://blogpanduanmicrosoft.blogspot.com/

      https://www.youtube.com/channel/UCA9dMS5K-UT0OxCA1LhuUzQ