Pemerintah Indonesia mulai serius mengembangkan bioenergi berupa Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah memutuskan membangun tujuh proyek PLTSa di kota Jakarta, Tangerang, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, dan Makasar. Pemerintah, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan PLTSa di tujuh kota tersebut bisa menghasilkan listrik 70-80 MW dengan waktu pembangunan 2-3 tahun ke depan."Maksimal 70-80 MW kalau kita berkaca dari Subabaya. Paling besar Jakarta mungkin 20 MW. Tidak sampai 100 MW," kata Dirjen EBTKE Kementerian ESDM, Rida Mulyana, usai peluncuran Buku Panduan Sampah Menjadi Energi di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (3/5/2016).
Menurut Rida, listrik yang diperoleh memang tidak seberapa. Manfaat sebenarnya dari PLTSa adalah membuat kota menjadi bebas dari polusi, bau, dan tumpukan sampah. "Poinnya bukan listriknya, yang penting bersih dulu, habiskan dulu sampahnya, listrik itu bonus," ujarnya. Feed in Tariff yang tinggi, yaitu US$ 18,77 sen/kWh sampai US$ 22,43 sen/kWh untuk listrik dari sampah dibuat supaya pengembang listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) yang membangun PLTSa berupaya menghabiskan sampah sebanyak mungkin untuk diolah menjadi listrik. "Agar cepat habis, maka diiming-imingi tarif. Angka itu jangan dipandang sebagai pemborosan untuk PLN tapi insentif untuk mempercepat pengolahan sampah," ucap Rida.
Upaya pengolahan sampah menjadi listrik ini juga merupakan bagian dari upaya Indonesia mengurangi emisi karbon, sebagaimana disepakati dalam Konferensi Paris (COP21) pada akhir 2015. "Ada komitmen Indonesia mengurangi emisi karbon sebagaimana disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Paris akhir tahun lalu, dengan mengakselerasi program waste to energy ini salah satunya," pungkasnya.
Percepatan Pembangunan
Pemerintah mempercepat pengembangan sampah menjadi energi melalui dikeluarkannya Peraturan Presiden No. 18/2016 tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah. "Hilangkan sampah dari kota, jadikan listrik sebagai bonusnya," kata Rida Mulyana dalam acara Peluncuran Buku Panduan dan Sosialisasi Peraturan Pengembangan Sampah Menjadi Energi yang digelar di Jakarta, Selasa (3/5).Rida mengingatkan bahwa permasalahan sampah selalu terkait dengan isu sosial, kesehatan dan lingkungan di mana-mana, misalnya, terkait dengan sampah yang menjadi sumber polutan. Selama ini, lanjutnya, berbagai pihak telah banyak menghabiskan untuk mengelola sampah, bahkan ada persoalan sampah yang juga di bawa ke ranah politik.
Pemerintah Indonesia, ujar dia, berkomitmen guna mengurangi emisi karbondioksida dan menyampaikan tiga program yaitu reformasi subsidi, akselerasi pemanfaatan energi baru dan terbarukan, serta akselerasi program "waste to-energy". "Pemerintah sangat serius mendorong program ini. Regulasinya sudah sangat lengkap. Kementerian Koordinator telah mengeluarkan peraturan turunannya," tuturnya.
Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menginginkan kebijakan yang lebih inovatif dalam mengatasi permasalahan energi, terutama karena banyaknya sumber energi terbarukan yang ada di Republik Indonesia. "Banyak akses terhadap energi masih terbatas, listrik juga masih minim, sehingga memang diperlukan inovasi-inovasi bagaimana mengatasi masalah energi kita," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang BUMN Adi Satria Sulisto.
Hal itu, ujar dia, karena terbatasnya pasokan energi di tengah kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat seharusnya menjadi perhatian utama dari semua kalangan untuk berusaha menciptakan inovasi baru dari sumber-sumber energi alternatif yang ada di Indonesia. Ia memaparkan, beragam sumber energi alternatif yang melimpah di Indonesia antara lain tenaga air, biogas, angin, panas bumi dan lain-lain.
Dalam sejumlah kesempatan, Menteri ESDM Sudirman Said menyatakan, pihaknya mendorong inovasi sektor energi yang dilakukan dengan pemanfaatan maksimal energi baru terbarukan (EBT) serta konservasi energi yang bermanfaat langsung ke masyarakat. "Sumber energi di Indonesia saat ini masih terfokus di energi fosil. Cadangan energi fosil yang hanya mampu bertahan sekitar 10-13 tahun mendatang, tidak dapat membawa Indonesia ke kondisi yang diharapkan di tahun 2045," paparnya dan menambahkan, hal itu sehingga pemanfaatan sumber energi lain seperti matahari, air, angin dan sumber alternatif lain yang berkelanjutan menjadi salah satu solusi.
Ia mengemukakan bahwa transformasi energi dari fosil ke energi bersih dan terbarukan akan berdampak besar pada pengeluaran dana pembangunan dari APBN, jaringan ke daerah terpencil serta tersedianya sumber energi yang berkelanjutan. "Pengembangan sektor EBT tidak boleh lagi hanya sebagai 'lampiran'. Kita akan tempatkan tema-tema EBT di depan. Salah satunya dengan mempersiapkan Dana Ketahanan Energi (DKE) mengingat umumnya EBT perlu teknologi tinggi berbiaya besar," ujar Sudirman.
Sumber :
- http://finance.detik.com/read/2016/05/03/122532/3202480/1034/manfaat-pltsa-kota-jadi-bebas-sampah-dan-dapat-bonus-listrik?f990101mainnews
- http://industri.kontan.co.id/news/pemerintah-terus-kembangkan-sampah-jadi-energi
- http://industri.kontan.co.id/news/esdm-kembangkan-pembangkit-berbasis-sampah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar